Pages

Selasa, 29 April 2014

Al-Wahn (Cinta dunia dan benci kematian)

                                 

                                   
              

                 Cinta Dunia takut Mati..

« يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ »
Hampir tiba dimana umat-umat saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangannya. Salah seorang bertanya: apakah karena sedikitnya kami ketika itu? Rasul menjwab: bahkan kalian pada hari itu banyak akan tetapi kalian laksana buih dilautan dan sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh kalian dan Allah tanamkan di hati kalian al-wahn. Salah seorang bertanya: apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: cinta dunia dan membenci kematian (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Abu Dawud mengeluarkan hadis ini dari jalur Abdurrahman bin Ibrahim ad-Dimasyqi, dari Bisyr bin Bakr, dari Jabir dari Abu Abd as-Salam, dari Tsauban.
Imam Ahmad mengeluarkannya dari Abu an-Nadhr, dari al-Mubarak, dari Marzuq Abu Abdillah al-Himshi, dari Abu Asma’a ar-Rahabi, dari Tsauban mawla Rasulullah.
Hadis ini juga dikeluarkan oleh at-Thayalisi dalam Musnad-nya, Ibn Abi Syaibah dalamMushannaf-nya, Abu Nuaim dalam Al-Hilyah, ar-Ruwiyani dalam Musnad-nya, al-Baihaqi dalamSyu’ab al-خmân dan dalam Dalâ’il an-Nubuwwah, Ibn Asakir dalam Târîkh Dimasyqa dan Ibn Abi ad-Dunya dalam Al-‘Uqûbât.
Muhammad Syams al-Haq al-‘Azhim Abadzi Abu at-Thayib di dalam ‘Awn al-Ma’bûd SyarhSunan Abû Dâwud menjelaskan: ‘an tadâ’â ‘alaykum maksudnya adalah mereka saling memanggil untuk memerangi kalian, menghancurkan kekuatan kalian dan merampas negeri dan harta yang kalian miliki.
Al-‘akalatu adalah dalam bentuk jamak dari âkil (orang yang makan). Jadi maknanya adalah sekelompok orang yang makan bersama. Lalu Ilâ qash’atihâ, al-Qari mengatakan maknanya, hidangan yang diambil tanpa penghalang dan pesaing sehingga mereka memakannya dengan tenang dan satu barisan. Demikian juga mereka mengambil apa yang ada di tangan kalian tanpa menderita kelelahan atau dharar yang mereka derita atau masalah yang menghalangi mereka. Ia mengatakan dalam Al-Majma’, maknanya yaitu: kelompok kekufuran dan umat-umat yang sesat akan saling memanggil untuk memerangi kalian yaitu sebagian akan memanggil sebagian yang lain guna berhimpun untuk memerangi kalian, menghancurkan kekuatan kalian dan menguasai negeri yang menjadi milik kalian. Hal itu seperti sekelompok orang yang saling memanggil satu sama lain untuk sama-sama menyantap hidangan yang mereka peroleh tanpa penghalang sehingga mereka memakannya dengan tenang tanpa kesusahan.
Petaka itu terjadi bukan karena sedikitnya jumlah kaum Muslim. Bahkan jumlah kaum Muslim banyak, namun laksana buih di lautan; banyak namun tidak berbobot, lemah dan tidak terjalin dalam ikatan yang kuat sehingga mudah diceraiberaikan; banyak namun keberaniannya minim dan kemampuannya lemah.
Karena kondisi kaum Muslim seperti itu, maka ketakutan dan kegentaran terhadap kaum Muslim pun tanggal dari dada musuh-musuh kaum Muslim, bahkan menumbuhkan keberanian musuh-musuh itu untuk menyerang kaum Muslim sekaligus merampas harta benda dan kekayaan bahkan negeri kaum Muslim.
Adapun al-wahn, menurut pengarang ‘Awn al-Ma’bûd, maknanya adalah adh-dha’f(kelemahan). Menurutnya dan ath-Thayibi, pertanyaan mâ al-wahn maksudnya adalah pertanyaan tentang apa al-wahn itu sendiri atau apa yang menyebabkan al-wahn itu. Jadi yang ditanyakan para Sahabat adalah apa yang menyebabkan kaum Muslim seperti itu. 
Kemudian Rasul menjelaskan bahwa sebabnya adalah cinta dunia dan benci kematian. Cinta dunia dan takut mati saling terkait. Siapa saja yang cinta dunia, dia akan enggan untuk berpisah dengannya dan melepaskan apa saja yang bersifat duniawi. Karena itu, dia akan membenci kematian, karena kematian artinya memisahkan dia dari apa yang ia cintai. Sebaliknya, siapa yang benci kematian, ia ingin bertahan selama mungkin di dunia, tidak ingin kehilangan apa yang dia miliki dan mengejar apa saja yang dia anggap menjauhkan dia dari kematian.
Kebanyakan yang dikejar itu adalah harta dan tahta (kedudukan) karena dengan harta dan tahta itu dia menduga akan bisa “membeli” kehidupan. Cinta dunia dan takut kematian itu akan membuat orang menjauhi apa saja yang dia anggap mendekatkan pada kematian atau kesulitan. Dengan keduanya itu, seseorang akan enggan berbuat demi Islam, berdakwah, amar makruf nahi mungkar, mengoreksi penguasa, bersedekah, berinfak, berjihad dan berjuang demi kemuliaan Islam.
Musuh-musuh Islam sangat paham akan rahasia kelemahan kaum Muslim ini. Karenanya, miliaran dolar mereka kerahkan untuk membuat kaum Muslim jadi sosok pecinta dunia, pemburu harta dan tahta, pencari kenikmatan jasmani; atau untuk menjauhkan kaum Muslim dari Islam dan perjuangan untuk islam. Ide sekularisme, hedonisme, kapitalisme, materialisme, naf’iyah dan sebagainya ditanamkan ke dalam benak dan disemai di hati kaum Muslim; selain dilakukan juga stigmatisasi dan monsterisasi Islam dan para pejuangnya.
Gambaran hadis ini sangat pas dengan potret kondisi kaum Muslim saat ini. Untuk menyelamatkannya, penyakit cinta dunia dan takut kematian itu harus ditanggalkan dan dieliminasi dari diri kaum Muslim. Ini menjadi tugas seluruh aktivis Islam dan terutama para ulama. Tentu saja pertama-tama penyakit cinta dunia dan takut kematian itu tidak selayaknya hinggap pada diri para Aktivis' para Ustad' para Da'i dan para ulama.

Jumat, 25 April 2014

Agama Islam itu Pilihanku

                                              

Agama adalah nyawa bagi kehidupan " MUSLIM " 

Agama adalah asas/dasar bagi segala kehidupan muslim, manakala aqidah (keimanan) adalah asas bagi agama Islam. Dua perkara pokok ini mesti difahami oleh seluruh masyarakat, sama ada muslim atau bukan muslim. Kedudukan agama dalam kehidupan muslim bukan hanya sekadar keperluan rohani atau perkara yang boleh diambil atau ditinggal, bahkan ia adalah kewajiban yang mesti diterima dan dilaksanakan. 

Agama bukan bahan tempelan bagi memenuhi syarat digelar muslim, atau perkara yang diterima dalam sesetengah keadaan dalam memenuhi keperluan hidup, sebagaimana pakaian, yang boleh dipakai bila mana perlu dan ditanggal bila mana tidak memerlukannya. Ia juga bukan seumpama makanan, yang boleh di ambil bila mana lapar dan ditinggal bila mana merasa kenyang. Bagi umat Islam, agama adalah nadi, jantung dan nyawa bagi kehidupan muslim yang HAKIKI. 

Agama adalah asas kehidupan, asas penilaian dan asas bagi segala tindakan, keyakinan dan kepercayaan. Di atasnyalah berdiri segala tindakan, penilaian dan keyakinan. Karena persoalan agama inilah umat Islam terdiri dari pelbagai tahap dan golongan. Walau semuanya muslim.

Ada aorang Islam yang menghayati sepenuhnya segala ajaran Islam, dengan penuh kepercayaan, keimanan, dan kesungguhan sehingga keyakinannya menyerap dalam seluruh akal budinya. Golongan ini dipanggil " MUKMIN ".


Manakala ada dalam kalangan orang Islam yang hanya sekadar percaya beberapa kewajipan asas/dasar agama khususnya hubungan dengan Allah, sedang keyakinannya tidak meresap ke dalam seluruh akal budinya, ia bercampur baur antara taat dan maksiat. Golongan ini hanya dinamakan golongan " MUSLIM ".

Sama halnya dengan orang Islam yang hidup membelakangkan tanggungjawab terhaap Allah seperti mengabaikan sembahyang, puasa, zakat, haji serta melakukan pelbagai dosa dan larangan Allah, namun ia masih berkeyakinan kewajipan yang mesti dilaksanakan, atau masih berkeyakinan dan tahu perbuatan haram, namun dilakukan kerana kelemahan/Minimnya Iman di hati, atau karena malas dan cuai, maka golongan ini dinamakan golongan " FASIK ". yaitu golongan yang melakukan dosa besar dan tidak bertaubat kepada Allah.

Manakala sesaorang yang melanggar kewajipan asas /Dasar seperti sembahyang, puasa, zakat, haji dan lainnya dengan penuh keyakinan ianya BUKAN SATU KEWAJIPAN, atau tidak haram melakukan larangan Allah seperti berzina, minum arak, berjudi dan lainnya, sekiranya dilakukan dengan pengetahuannya maka golongan ini dipanggil " MURTAD ". Yakni telah terkeluar dari lingkungan seorang muslim. Kerana ia telah MENGHALALKAN APA YANG DIHARAMKAN OLEH ALLAH, ATAU MENGHARAMKAN APA YANG DIHALALKAN oleh Allah.

Maka sebagai seorang muslim mereka mesti menerima, beramal dan mematuhi apa jua kewajipan Allah ke atasnya, dan meninggalkan apa jua larangan Allah. Maka kita mesti mengetahui apakah perkara kewajipan dan apa pula perkara yang dilarang oleh Allah. Mengetahui perkara ini termasuk fardu ain, yang mesti dipelajari dan dihayati oleh setiap muslim.

Senin, 14 April 2014

Kisah Nabi Khidir dengan Musa

                                                        Episode yang II   TAMAT 


Mereka memanggilku Nabi "KHIDIR" sedangkan yang Aku tahu namaku "HAMBA" 

Begitu pula saat sang raja mengadakan sidang bersama punggawa-punggawanya, tiba-tiba datang seorang laki-laki tanpa permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu mengatakan bahwa istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang raja marah sebab istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah yang kelelahan. Ini adalah istanaku, “ bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum kakekmu?”
“Bapak dari kakekku.”
“Sekarang mereka berada di mana?”
“Mereka sudah meninggal dunia”
“Berarti tepat benar: tempat ini adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi engkau juga akan meninggalkannya.” Kemudian orang itu hilang. Ternyata orang itu tidak lain adalah Nabi Khidir yang datang memberi nasehat agar menyadari bahwa kehidupan dunia itu fana belaka, bukan tujuan utama setiap manusia beriman.
Nabi Khidir bak harta karun terpendam yang banyak diburu oleh banyak orang dengan berbagai macam keperluan dan keinginan. Seperti yang dialami oleh tiga bersaudara (Ubai, Ammar dan Khofid) ketiganya merupakan dari keluarga miskin. Tekad mereka adalah ingin bertemu dengan Nabi Khidir, tujuannya tidak lain meminta Nabi Khidir mendoakan agar mereka dapat hidup layak.

Ketiganya mendatangi Masjidil Haram, sebab pada hari “haji akbar” Nabi Khidir berada di sana. Setiap orang dijabat tangani, menurut keyakinan jempolnya Nabi Khidir itu empuk seperti kapas. Setelah ketemu dengan Nabi Khidir mereka bertega menyampaikan tujuannya masing-masing. Ubai meminta didoakan supaya menjadi orang kaya, Ammar menjadi seorang raja sedangkan Khofid agar menjadi orang alim. Nabi Khidir pun berkenan mendoakan setelah mereka dijanji supaya tidak lupa dengan kewajibannya jika kelak mereka berhasil cita-citanya.

Bertiganya berhasil sesuai harapan awalnya. Ubai menjadi kaya, Ammar menjadi seorang raja, dan Khofid menjadi Alim yang mempunyai banyak santri. Namun, Ubai menjadi sombong dan congkak terhadap orang-orang miskin. Ammar pun menjadi raja yang sewenang-wenang. Maka Nabi Khidir perlu menyadarkan keduannya, tetapi kedatangannya malah disia-siakan oleh keduanya. Berkat doa’a Nabi Khidir keduanya kembali ke kehidupan semula: menjadi miskin dan sengsara. Hanya Khofid yang lurus dengan janjinya.

Cerita Nabi Khidir ini menjadi bahan renungan sekaligus tamparan kepada kita di realitas kehidupan. Sosok wali, orang yang berkaromah terkadang hanya dimanfaatkan oleh kepentingan duniawi. Doanya hanya dimanfaatkan untuk meraih sesutau yang sementara dan fana. Merangkak-rangkak kita meminta didoakan supaya terkabul segala hajat namun setelah berhasil kita lupa dengan janji semuanya. Inilah realitas bagaimana agama, wali, bahkan ayat-ayat Al-Qur’an terkadang hanya dimanfaatkan hanya untuk memburu kemewahan dunia. Padahal kehadirannya (agama, wali, nabi dan kitab suci) tidak lain sebagai pembawa kabar gembira sekalipun peringatan (bashiran wa nadhiran).

DOA NABI KHIDIR AS, DOA KESELAMATAN DAN MEMINTA HAJAT

دُعَاء الفرَج لِسَيِِدِّنَا الخِضِرْ عَلَيْة السَّلاَم
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى سَيِدِّنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
اَللَّهُمَّ كَمَا لَطَفْتَ فِى عَظَمَتِكَ دُونَ اللطَّفَاءِ وَعَلوْتَ بِعَظَمَتِكَ عَلَى الْعُظَمَاءِ ، وَعَلِمْتَ مَاتَحْتَ أَرِضِكَ
كَعِلْمِكَ بِمَا فَوْقَ عَرْشِكَ ، وَكَانَتِ وَسَاوسُ الصُدُورِ كَاْلعَلاَ نِيَّة عِنْدَكَ ، وَعَلا نَّيةُ اْلقَوْلِ كَالسَّرِ فِى عِلْمِكَ
، وَانْقَادَ كُلُّ شَىْء لِعَظَمَتِكَ ، وَخَضَعَ كُلُّ ذِى سُلْطَانٍ لسُلْطَانِكَ ، وَصَارَ أَمْرُ الدُّنْيَا والاَخِرَةِ كُلُّه بِيَدِكَ .
اِجْعَلْ لِى مِنْ كُلِ هَمٍ أَصْبَحْتُ أَوْ أَمْسَيْتُ فِيهِ فَرَجَا وَمَخرَجَا اللَّهُمَّ إِنَّ عَفَوَكَ عَنْ ذُنُوبِى ، وَتَجَاوُزُكَ
عَنْ خَطِيئَتىِ ، وَسِتْرَكَ عَلَى قَبِيحِ عَمَلِى ، أَطمِعْني أَنْ أَسْألَُكَ مَا لاَ أَسْتَوْجِبُهُ مِنْكَ مِمَّا قَصَّرْتُ فِيهِ ،
أَدْعُوكَ اَمِنا وَأَسْألُكَ مُسْتَأنِسَا . وَإِنَّكَ الْمُحْسِنُ إِلَّى ، وَأَنَا الْمُسِىُ إلىَ نَفْسِى فِيِمَا بَيْنِى وَبَيْنَكَ ، تَتَوَدَدُ
إِلىَّ بِنِعْمَتِكَ وَأَتَبَغَّضُ إلَيْكَ بِالْمعَاصِى وَلَكِنَّ الثَّقَةُ بِكَ حَمَلَتْنِى علَى الْجَرَاءَةِ عَلَيْكَ فَعُدْ بِفَضْلِكَ وإحْسِانِكَ
. عَلَي إِنَّكَ أَنْتَ التَّوِابُ الَّرَحِيم وَصَلَ الله عَلَى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Terjemahnya
Doa Al Faraj li Sayyidina Al Khidir Alaihissalam
Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma Sholli ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa
shahbihi wa sallam,
Allahumma kamaa lathafta fii ‘adhamatika duunalluthafaa, wa ‘alawta bi‘adhamatika
alal ‘udhamaa, wa ‘alimta maa tahta ardhika ka’ilmika bimaa fauqa ‘arsyika, wa kaanat
wasaawisasshuduuri kal’alaniyyati ‘indaka, wa ‘alaa niyyatilqauli kassirri fii ilmika,
wanqaada kullu syay’in li ‘adhamatika, wa khadha’a kullu dzi sulthaanin li sulthaanika, wa
shaara amruddunya wal akhirati kulluhu biyadika.
Ij’al lii min kulli hammin ashbahtu aw amsaiytu fiihi farajan wa makhrajaa,
Allahumma inna ‘afawaka ‘an dzunuubiy, wa tajaawazaka ‘an khathii’athiy, wa sitraka alaa
qabiihi a’maaliy, athmi’niy ‘an as’aluka maa laa astawjibuhu minka mimma qashhartu fiihi,
ad’uuka aaminan, wa as;aluka musta;anisaa.
Wa innakalmuhsinu ilayya, wa analmusii’i ilaa nafsiy fiima bayniy wa bainaka, tatawaddaduu
300 kenalilah akidahmu 2
ilayya bini’matika, wa atabagghadhu ilaika bilma’ashiy, walakinnattsiqata bika hamalatniy
alal Jaraa’ati ‘alaika, fa’ud bifadhlika wa ihsaanika alayya. innaka antattawaburrahiim ,wa
shalallahu alaa Sayyidina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa sallim.


DOA MOHON KESELAMATAN NABI KHIDIR AS

Wahai Allah, Sebagaimana Engkau telah berlemah lembut dalam Keagungan Mu melebih
segenap kelembutan, dan Engkau Maha Luhur dan Keagungan Mu melebihi semua Keagungan,
Dan Engkau Maha Mengetahui terhadapa apa apa yg terjadi di Bumi sebagaimana Engkau
Maha Mengetahui apa apa yg terjadi Arsy Mu, dan semua yg telah terpendam merisaukan hati
adalah jelas terlihat dihadapan Mu, dan segala yg terang terangan diucapkan adalah Rahasia
Yang terpendam dalam Pengetahuan Mu, dan patuhlah segala sesuatu pada Keagungan Mu,
dan tunduk segala penguasa dibawah Kekuasaan Mu, maka jadilah segenap permasalahan
dunia dan akhirat dalam Genggaman Mu, Maka jadikanlah segala permasalahanku dan
kesulitanku segera terselesaikan dan termudahkan pada pagiku atau soreku ini, Wahai
Allah kumohon maaf Mu atas dosa dosaku, dan kumohon pengampunan Mu atas kesalahan
kesalahanku, dan kumohon tabir penutup Mu dari keburukan amal amalku, berilah aku
dan puaskan aku dari permohonanku yg sebenarnya tidak pantas diberikan pada Ku karena
kehinaanku, kumohon pada Mu keamanan, dan kumohon pada Mu Kedamaian bersama Mu,
Sungguh selalu berbuat baik padaku, sedangkan aku selalu berbuat buruk terhadap diriku
atas hubunganku dengan Mu, Kau Ulurkan Cinta kasih sayang lembut Mu padaku dengan
kenikmatan kenikmatan Mu, sedangkan aku selalu memancing kemurkaan Mu dg perbuatan
dosa, namun kuatnya kepercayaanku pada Mu membawaku untuk memberanikan diri
lancang memohon pada Mu, maka kembalikanlah dengan Anugerah Mud an Kebaikan Mu
padaku, Sungguh Engkau Maha Menerima hamba hamba yg menyesal dan Engkau Maha
Berkasih sayang,
Dan shalawat serta salam atas Sayyidina Muhammad serta keluarga dan limpahan salam, dan
segala puji bagi Allah Pemilik Alam semesta..

Taqobbalallohu minna waminkqum..Taqobbal Ya karim ..SELAMAT BERIBADAH karena Alloh..semoga amal ibadah kita diterima oleh Alloh SWA..Aamin

Kisah Nabi Khidir dengan Musa

                                                                   Episode yang I


   Mereka Memanggilku Nabi " KHIDIR" sedangkan yang Aku tahu Namaku "HAMBA"

Siapa yang tidak kenal dengan Nabi Khidir. Setiap orang, khususnya orang islam, pasti akrab dengan nama Khidir. Sesosok nabi yang nyentrik ajarannya dan cara penyampaiannya. Ajaran dan penyampaiannya terkadang membuat muridnya dibuat bertanya-tanya. Bahkan sekaliber Nabi Musa pun dibuat bertanya-tanya dengan tingkah laku Nabi Khidir. Cerita bergurunya Nabi Musa ke Nabi Khidir merupakan media Allah untuk menyadarkan Nabi Musa bahwa ada manusia yang lebih pintar dibanding dirinya.

Konon Nabi Musa pernah ditanya oleh umatnya tentang siapa manusia yang paling pintar di dunia ini. Spontan Nabi Musa mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar. Sikapnya ini mendapat teguran Allah, Nabi Musa kemudian disuruh berguru kepada seseorang yang ilmunya jauh lebih tinggi dibanding dirinya. Allah menunjukkan dimana orang tersebut tinggal. Nabi Musa dapat menemui Nabi Khidir pada pertemuan dua buah lautan (jama’ al bahrain). Tandanya, apabila ia membawa ikan yang sudah masak, kemudian dengan percikan air ikan tersebut bisa hidup kembali, itulah tempat Nabi Khidir berada.
Singkat cerita, Nabi Musa berhasil bertemu dengan Nabi Khidir.

Nabi Musa diterima sebagai murid tetapi sejak awal Nabi Khidir sudah mengatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup menjalani semua persyaratan yang diajukannya. Persyaratan itu tidak lain adalah Nabi Musa dilarang bertanya segala tindakan Nabi Khidir sampai ia sendiri menjelaskan kepada Nabi Musa. Nabi Musa pun menyanggupinya. Namun, tidak disangka-sangka tindak laku Nabi Khidir ternyata di luar dugaan dan mengundang Nabi Musa untuk bertanya dengan segala tindakan yang dilakukan sang guru. Merasa Nabi Musa tak sanggup menjalani persyaratan sebagai murid kemudian Nabi Khidir memutuskan berpisah dengan Nabi Musa setelah menjelaskan maksud dari tindakannya.

Bagi kita yang akrab dengan teori pembelajaran modern, dengan segala paradigmanya sebagai seorang pembelajar, apa yang dilakukan Nabi Musa merupakan hal yang wajar. Bahkan, sebagai seorang murid sudah selayaknya murid aktif bertanya kepada sang guru. Tetapi inilah kenyataannya, kenyataan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir yang mewedar ilmu. Nabi Musa tak sanggup menangkap hikmah di balik kejadian. Nabi Musa tak bisa membaca “masa datang” kecuali “masa kini” yang dihadapi. Salahkah Nabi Musa? Jelas di sini tidak bisa dihukumi siapa yang salah dan siapa yang benar. Yang jelas Nabi Musa sendiri telah melanggar perjanjian antara murid dan guru, bahasa kerennya sekarang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati.

Lantas siapa Nabi Khidir itu, sampai Allah pun harus menyuruh Nabi Musa untuk berguru kepadanya? Apa kelebihannya? Sosok Nabi Khidir tak hanya terkenal pada cerita Nabi Musa. Menurut cerita, Sunan Kalijaga yang bergelar Syeh Malaya pun pernah bertemu dengan Nabi Khidir di tengah lautan. Saat Sunan Kalijaga hendak menunaikan haji ke Mekkah, beliau bertemu dengan Nabi Khidir dan menyuruhnya Sang Sunan untuk kembali ke tempat tinggalnya sebab yang dicarinya tidak ada, kecuali di hati Sang Sunan sendiri. Sekali lagi, wejangan Nabi Khidir terasa ganjil, namun di balik keganjilannya itu tersimpan berbuku-buku hikmah yang harus direnungkan oleh para muridnya.

Hal yang paling melekat dengan Nabi Khidir adalah lautan (air) dan keunikan ajarannya. Terkadang Nabi Khidir dijuluki “nabi air”, sebab para pencarinya menemukan atau bertemu dengan di air meski ini tidak selamanya. Sedangkan keunikan, keganjilan cara penyampaian bahkan isinya menjadi ciri khas Nabi Khidir. Sehingga Nabi Khidir dijuluki guru hikmah. Nabi Khidir sendiri dianugerahi ilmu laduni; ilmu yang bersifat langsung dari Allah (QS. 18: 65). Tak pelak, hal inilah yang menjadikan Khidir sebagai ikon guru ruhani dalam tradisi spiritual Islam.

Nabi Khidir merupakan nama julukan, nama kecilnya adalah Balya. Ia mendapat julukan tersebut (Khidir)-berasal dari kata Khudrun artinya hijau- kerena di mana pun ia pernah duduk atau menginjakkan kaki, selalu tumbuh rumput hijau karena tanahnya menjadi subur. Nabi Khidir sendiri merupakan anak seorang raja yang kemudian diasingkan di daerah terpencil bersama ibunya. Setelah dewasa Nabi khidir mengikuti sayembara penulisan suhuf-suhuf firman Allah yang diadakan oleh sang raja (ayahnya) dan berhasil memenangkan sayembara tersebut. Kekaguman sang raja akan keelokan tulisan Nabi Khidir membuat sang raja menelisik asal-usul Nabi Khidir. Setelah diketahui asal-usulnya khidir yang tak lain merupakan putranya sendiri, sang raja berkenan Nabi Khidir agar tetap tinggal di istana untuk meneruskan tahtanya tetapi Nabi Khidir menolaknya dan memilih pulang ke kampung halaman, tinggal bersama ibunya.

Semasa pemerintah Iskandar Agung, Nabi Khidir diangkat menjadi wazir utama. Konon, Raja Zulkarnain didatangi malaikat, raja menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk bertanya perihal tentang jalan yang bisa ditempuh manusia supaya tidak mati hingga hari kiamat datang. Malaikat menceritakan bahwa ada ma’ul hayat (air kehidupan). Siapa saja yang dapat meminumnya walaupun sedikit, dia tidak akan mati, kecuali nanti waktu sangkakala ditiup. Raja kesengsem dengan jawaban malaikat. Malaikat pun menceritakan bahwa air tersebut berada di daerah kutub, sangat samar, hampir dikatakan gelap.

Raja bersama rombongan, tak terkecuali Nabi Khidir, berusaha mencari air kehidupan tersebut. Sayangnya, setelah lama mencarinya tidak kunjung pula air tersebut ditemukan. Hanya Nabi Khidir-lah yang menemukan air tersebut kemudian meminumnya. Itulah mengapa Nabi Khidir tetap hidup hingga saat ini.

Sosok Nabi Khidir banyak dicari oleh orang. Kehadirannya diyakini dapat membawa berkah dan membukakan pntu hikmah meski pertemuan itu hanya sebentar. Seperti yang dialami dialami Nabi Musa. Tidak diragukan Ilmu Nabi Musa tentunya sangat luas apalagi kapasitasnya sebagai nabi yang melayani umat. Namun, di balik kepintaran tersebut masih ada kekurangan yakni ilmu masa depan alias ilmu kewaskitaan. Hingga akhirnya Allah menyuruh Nabi Musa berguru kepada Nabi Khidir.

Kedatangan dan pertemuan dengan Nabi Khidir memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang, pergi pun sesuka hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus dan terkadang kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi. Seperti yang dialami oleh raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya banyak pengawalnya. Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah. Ketika ditanya orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari untanya yang hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di atas atap. Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh lagi sebab mencari ridho Allah kok berbalut dengan kemewahan.

Ingin tahu kisah selanjutnya ???
Ikuti sambungan episode yang ke II :

Senin, 07 April 2014

Mengikuti Sunnah Nabi

                                      

     Berpegang teguh dengan sunnah:

عن أبي نجيح العرباض بن سارية رضي الله عنه قال : وعظنا رسول الله صلى اللهعليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون , فقلنا يل رسول الله كأنها موعظة مودعٍ فأوصنا , قال - أوصيكم بتقوى الله عزوجل , والسمع والطاعة وإن تأمر عليك عبد , فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً . فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهدين عضوا عليها بالنواجذ , وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة - رواه أبوداود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح


Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu 'alaihi wassallam memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata : Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda : " Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta'ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid'ah adalah sesat " (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)

[Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676]

Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat

“Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal). Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa”

Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam.

Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi.

Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpamaan seperti itu biasa dipakai.

Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.

Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantara kamu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits disebutkan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh .

Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas.

Sabda Beliau, “dan sunnah KhulafaurRasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk.
Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara : 

Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka.

Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat.

Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam.

Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela.

Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela.

Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan : “Tidak datang kepada mereka suatu ayat AlQur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” (QS. Al Anbiyaa’ :2)

Juga perkatan ‘Umar radhiallahu 'anhu : “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih berjama’ah.

Keterangan:
Hadis diatas mengandung pesan2 yg sgt berharga daripada Rasulullah saw. bagi umatnya,terutama bila mereka berhadapan dgn zaman yg penuh dgn kekacauan dan perselisihan yaitu seperti zaman yg sdg kita hadapi sekarang ini.

Oleh itu sesiapa yang mahu selamat maka hendaklah ia mengikuti petunjuk ajaran yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis,yaitu: 

Pertama: Hendaklah ia men-lazimi takwa kepada Allah dalam keadaan apa saja dgn mengerjakan sgl perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya.

Kedua: Mentaati perintah pihak yang menguruskan hal ehwal kaum muslimin walaupun seandainya mereka terdiri daripada golongan hamba, selama mereka berpegang dengan Al Quran dan sunnah Nabi saw.dan sunnah-surmah kulafa Ar Rasyidin, karena patuh kepada penguasa yang mempunyai sifat-sifat ini berarti patuh kepada Al Quran dan Hadis Nabi saw.

Ketiga: Berpegang teguh kepada sunnah Nabi saw. dan sunnah para kulafa Ar Rasyidin Al Mahdiyin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali r.a.) yang mana mereka telah mendapat petunjuk daripada Allah Taala, yaitu berpegang kepada kefahaman dan amalan ahli sunnah waljamaah yang mana hanya penganut kefahaman ini saja yang mendapat jaminan selamat daripada api neraka dan yang beruntung mendapatkan syurga pada hari kiamat nanti.

Keempat: Menjauhi perkara- perkara bid'ah dholalah, yaitu apa saja pengertian dan amalan yang ditambah kepada agama Islam yang sempurna ini, pada hal tidak ada dalil atau asal dan contoh dari agama. Sekiranya ada asal atau dalil, maka tidaklah perkara- perkara yang baru itu dikatakan bid'ah menurut pengertian syarak (bukan bid'ah dholalah) tetapi hanya dinamakan bid'ah menurut pengertian loghat atau bahasa saja.

NB:
gigitlah sunah- sunah itu dengan gigi geraham maksudnya:

memegang teguh kuat-kuat kepada sunah Rasulullah صلى الله عليه وسلم
dan sunah Khulafaur Rasyidin. Seolah menggitnya dengan gigi graham. Disini betapa Rasulullah صلى الله عليه وسلم
sangat mewanti-wanti kita tuk memegang teguh sunah beliau.Jika kita perhatikan ayat-ayat yang mengisyaratkan untuk mentaati Allah subhanahu wata'ala selalu berdampingan dengan mentaati rasul-Nya.


Lihat
(Ali Imran [2 ] :32 ),
(An Nisa [4 ] : 13 , 14 , 59 , 80 ),
(Al Anfaal [8 ] : 24 , 46 ), (Al Maidah [5 ] : 92) 


Hal ini menunjukan betapa pentingnya memegang teguh sunah Rasulullah SAW serta menghidupakannnya. Begitu juga dengan sunah Khulafaur Rasyidin. Empat sahabat yang kita kenal sebagai empat khalifah pertama. Yang terkenal dengan kebagusan agamanya dan kecakapan dalam memimpin. Yaitu Abu Bakar As Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib

Selasa, 01 April 2014

Wasiat Ali Bin Abu Tholib

                                               

                  " TUJUH KUNCI KEBAHAGIAAN "

Menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, tujuh Kunci Kebahagiaan adalah :
1.❥ Jangan membenci siapapun, walau ada yang menyalahi hakmu..
2.❥ Jangan pernah bersedih secara berlebihan, sekalipun problem memuncak..
3.❥ Hiduplah dalam kesederhanaan sekalipun serba ada..
4.❥ Berbuatlah kebaikan sekalipun banyak musibah..
5.❥ Perbanyaklah memberi walaupun anda sedang susah..
6.❥ Tersenyumlah walaupun hatimu sedang menangis..
7.❥Jangan memutus doa untuk saudara mukmin..

Ya Allah...
Muliakanlah orang yang membaca postingan ini
Lapangkanlah hatinya
Bahagiakanlah keluarganya
Luaskanlah rezekinya seluas lautan
Mudahkanlah segala urusannya
Kabulkanlah cita-citanya
Jauhkanlah dari segala Musibah

Jauhkanlah dari segala Penyakit, Fitnah, Prasangka Keji, Berkata Kasar, dan Mungkar 
Dan dekatkanlah jodohnya Bagi sahabat-sahabatku yang masih Jomblo..
Aamin ..Aamin ..Aamin ..Ya Robbal Alamin..