Pages

Kamis, 13 November 2014

Hukum pemimpin non Muslim

 LARANGAN MENGANGKAT          PEMIMPIN ORANG KAFIR

                                                                       
    
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[1] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).   Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui”. Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”[2]
A. Sebab Turunya Ayat (asbabul nuzul)
Ayat ini turun berkaitan dengan orang yang beriman (Al-Hajjaj bin Amr), yang mempunyai teman orang-orang Yahudi yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf (pemuka Yahudi yang terkenal sebagai penafsir), Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid kemudian ada beberapa sahabat (Rifa’ah bin Al-Mundzir, Abdullah bin Zubair dan Sa’ad bin Khattamah) yang berkata :”Jauhilah mereka dan kalian harus berhati-hati karena mereka nanti akan memberi fitnah kepada kalian tentang agama kalian dan kalian akan tersesatkan dari jalan kebenaran,  para sahabat yang laianya mengabaikan nasehat tersebut begitu saja, dan mereka masih tetap memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi dan bersahabat dengan mereka, maka turunlah ayat ”[3]
Diriwayatkan oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya dari Ibnu Abas berkata bahwasanya ayat ini turun kepada Ubadah bin Shamit Al-Anshari Al-Badariyi , bahwasanya beliau mempunyai beberapa sahabat orang Yahudi dan ketika Nabi keluar bersama para sahabatnya untuk berperang (Ahzab) Ubadah berkata kepada Rasulullah “wahai Nabi Allah aku mambawa lima ratus orang Yahudi  mereka akan kelur bersama ku dan akan ikut memerangi musuh maka turunlah ayat.
B. Penjelasan Kata
لَا يَتَّخِذِ :Tidak menjadikan
أوليآء : Kata Auliya’ adalah bentuk jama’ dari kata waly. Yakni janganlah menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin (juga teman dekat), dan jangan memberikan loyalitas kepada mereka dengan memberi pertolongan, menyatakan kecintaan dan dukungan (dalam masalah agama)
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ : Yakni Allah swt berlepas diri darinya, maka ia akan celaka
تُقَاةً : Melindungi diri dengan menggunakan lisan (ucapan) yaitu kata-kata yang dapat melunakkan sikap orang dan menjauhkan permusuhan
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ : Allah swt memberi peringatakan dan kewaspadaan kepadamu terhadap siksaan-Nya yaitu jika kamu berbuat maksiat kepada-Nya[4]
C. Makna Ayat Secara Umum
Allah swt melarang hamba-hambanya dari orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali (penolong) atau mendekatkan diri kepada mereka dengan kasih sayang atau kecintaan. Atau membenarkan segala sesuatu yang datang dari mereka untuk mendekatkan diri atau hanya sekedar untuk mengenal mereka. Hal ini dikarenakan tidak diperbolehkan bagi seorang yang beriman mengambil wali dari musuh-musuh Allah swt, sebab tidak masuk akal bagi seseorang untuk menggabungkan antara kecintaan kepada Allah dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah swt. Atau dalam hal ini menggabungkan diantara dua hal yang saling bertentangan. Maka barangsiapa yang mencintai Allah swt, maka ia pasti akan membenci musuh-musuh-Nya.
D. Ayat-Ayat Lain Yang Menunjukkan Akan Larangan Mengangkat Pemimpin Orang Kafir
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”[5]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاء تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang..”[6]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?”[7]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آَبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”[8]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.”[9]
Tinjauan Sayariat Terhadap Ayat
Apakah hukum seorang Muslim meminta bantuan kepada orang kafir pada peperangan?
Para ulama’ fiqih mereka berelisih pendapat akan boleh dan tidaknya seorang muslim meminta bantuan kepada orang kafir dalam peperangan
Pendapat Malikiyah
Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meminta bantuan kepada orang kafir sebagaimana telah disebutkan dalam keumuman ayat dan kisah Ubadah bin Shamit, dan juga telah dijelaskan dalam sebab turunya ayat, mereka juga berdalil dengan haidts dari Aisyah “bahwasanya ada seseorang musyrik datang kepada Rasulullah dia adalah seorang yang memiliki kemampuan dan terpandang, ketika hendak perang badar dia meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut perang maka Rasulullah pun berkata kepadanya :”pulanglah kamu karena aku tidak membutuhkan pertolongan orang musyrik”.
Mayoritas ulama’ berpendapat (As-Syafi’iyah, Al-Hanabilah, dan Hanafiyah)  diperbolehkan seseorang meminta pertolongan kepada orang kafir dalam peperangan dengan dua syarat :
1. Karena mememang dibutuhkan
2. Untuk mengokohkan pasukan kaum Muslimin berdasarkan dengan dalil apa yang pernah dilakukan Rasulullah saw, bahwasanya beliau pernah meminta bantuan kepada orang Yahudi Qoinuqa’ , dan begitu pula Rasulullah saw bpernah meminta pertolongan kepada Safwan bin Umayah ketika memerangi orang-orang Hawazin, maka dalil inilah yang menunjukkan akan kebolehanya meminta bantuan kepada orang kafir dalam peperangan.
Adapun pendapat dari Imam Malik yang menyelisihinya telah dibantah bahwasanya dalil yang dipakai oleh Imam Malik sudah dihapuskan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Apa yang dimaksud dengan Taqiah dan bagaimana hukumnya?
Ibnu Abas berkata yang dimaksud dengan taqiah adalah seseorang mengatakan kalimat kekufuran sedangkan hatinya masih mantap dengan keimanan, maka hukumnya tidak dibunuh dan tidak berdosa. Dan ada juga yang memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan taqiah adalah menjaga diri dan harta dari kejahatan musuh kemudian denganya dia menampakan dukunganya kepadanya akan tetapi hatinya tidak meyakini.
Hal yang sama juga dikatakan Abul ‘Aliyah, Abu Sya’tsa’, Adh-Dhahhak dan Ar-Rabi’ bin Annas.
Imam Al-Bukhari menceritakan, Al-Hasan mengatakan: “Taqiyah itu berlaku sampai hari kiamat.[10]
Al-Jashas berkata dalam Ahkamul Qur’an “ayat ini telah menunjukkan hukum akan kebolehanya menampakan kekufuran kepada orang kafir akan tetapi dalam hal taqiah, sebagai mana Allah swt berfirman :
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barang siapa yang kufur kepada Allah setelah keimanan mereka kecuali orang-orang yang dipaksa untuk mengucapkan kekufuran sedangkan hatinya tetap mantap dalam keimanan”[11]
Ketika seseorang melakukan taqiah merupakan sesuatu keringanan yang diberikan Allah swt kepadanya bukan merupakan suatu kewajiban, sebagai mana yang telah menjadi kesepakatan madzhab kami barang siapa yang dipaksa untuk melakukan kekufuran akan tetapi dia tidak melakukanya dan karenaya dia dibunuh maka di bunuhnya dia itu lebih afdhal daripada dia melakukan kekufuran, sebagaimana yang pernah terjadi pada Hubaib bin Adi yang mana beliau tertangkap oleh orang musyrik dan tidak memberikan taqiah kepada mereka sehingga dia dibunuh, dengan apa yang dilakukan oleh Adi bin Hatim lebih afdhal dengan apa yang dilakukan oleh Amar bin Yasir dengan dia memberikan taqiah kepada orang kafir sehingga denganya dia tidak dibunuh, dan kemudain Nabi pernah bertanya kepada Amar bin Yasir bagai mana dengan hati mu? Maka Amar bin Yasir berkata hatiku tetap mantap dalam keimanan, Rasul berkata apabila mereka melakukan hal yang demikaian lagi maka lakukanlah akan tetapi itu hanyalah suatu keringanan saja”[12]
Kisah Musailamah Al-Kadzab Dengan Beberapa Sahabat
Sebagimana telah diriwayatkan suatu ketika Musailamah pernah managkap dua sahabat Nabi, dan Musailamah bertanya kepada satu di antara keduanya apakah kamu bersaksi bahwa Nabi adalah utusan Allah? Maka dia menjawab ia benar, dan apakah kamu bersaksi bahwa aku juga adalah utusan Allah? Dia menjawab ya, dari ucapanya ini sehingga dia dibebaskan. Dan kemudaian Musailamah memanggil yang satunya dan menayakan kepada nya apakah kamu bersaksi bahwa Nabi Muhamad adalah utusan Allah? Dia menjawab ya, dan apakah kamu bersaksi bahwa aku utusan Allah? Dia menjawab aku tidak meyakini anda seorang Nabi, ia ucapkan sampai tiga kali, maka dengan ucapanya ini akhirnya dia dibunuh, dan akhirnya peristiwa itu disampaikan kepada Rasulullah dan Rasulullah berkata bagi sahabat yang terbunuh maka dia telah melakukan kejujuran dan melakukan apa yang sudah menjadi keyakinanya maka dia telah mendapatkan keutamaan maka selamat baginya, adapun bagi yang dibebaskan dia telah memanfaatkan keringanan dari Allah swt dan dia tidak berdosa”
Apakah diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk meminta pertolongan kepada orang kafir selain dalam peperangan?
Para ulama’ berdasarkan dengan ayat ini maka mereka memberikan kesimpulan bahwasanya tidak diperbolehkan bagi kaum Muslimin untuk membantu orang-orang kafir dalam urusan kaum muslimin apapun bentuknya baik itu amal, atau dia menjadi pembantunya, dan begitu juga tidak diperbolehkan menghormatinya, dengan ketika dia datang kemudian berdiri untuk menghargainya, bahkan kita diperintahkan untuk menghinakan mereka sebagai mana dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“sesungguhnya orang musyrik itu najis”[13]
Al-Jashash berkata,“Dilihat dari konteks ayat diatas menunjukkan bahwa tidak ada perwilayahan  dalam hal apapun bagi orang kafir terhadap muslim. Pendapat ini dirajihkan oleh firman Allah swt :
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”[14]
Bolehkah mengadakan interaksi dengan orang yang suka melakukan keburukan dan kejahatan?
Diperbolehkan melakukan interaksi dengan orang-orang yang suka melakukan keburukan dan kejahatan, karena ini tidak masuk kepada berwali yang diharamkan, karena Rasulullahpun beliau berinteraksi dengan orang-orang fasiq dan jahat beliau berkata :”Sesungguhnya kita berbaik-baik dengan mereka sesungguhnya hati kita melaknat mereka”, dan ada sebagian Ulama’ yang mengatakan :”boleh berinteraksi dengan orang yang Fajir ketika itu semua tidak membahayakan diri dan membahayakan ushul-ushul agama, adapun apabila itu membahayakan agama maka tidak diperbolehkan atau ikut dalam kejahatanya itu, seperti membunuh, mencuri, bersaksi palsu dan lain-lain.[15]
F. Kesimpulan
  1. Mengangkat orang kafir sebagai pemimpin, berkasih sayang dan cinta kepada mereka hukumnya haram menurut syari’at  islam
  2. Demi menjaga diri, harta dan kehoramatan dari gangguan orang kafir, maka diperbolehkan bermuasyarah dengan orang kafir
  3. Karena terpaksa, seorang muslim diperbolahkan mengatakan kalimat kufur dengan syarat hatinya tetap beriman
  4. Tidak ada hubungan antara orang mukmin dengan orang kafir dalam hal kekuasaan, bantuan dan warisan, karena iman itu lawan dari pada kekufuran
    1. Allah swt senantiasa mengetahui rahasia hati, sehingga tidak satu pun perkara yang tersembunyi bagi Allah swt
    2. Diperbolehkan bersikap taqiyah (bersikap manis dihadapan orang-orang kafir) dalam kondisi di mana kaum muslimin lemah dan kaum kafir kuat
Keterangan : Diambil dari kitab serta tafsir di bawah ini.
1.  Tafsir Ayatul Ahkam karya  M. Ali As-Shabuuni
2.  Tafsir At-Tabari karya Ibnu Jarir At-Thabari
3.  Aisar At-Tafsir li Al-Kalaami Al-Aliyyi  karya Abu Bakar Jabir Al-Jazairi
4.  Ahkamul Qur’an karya Al-Jasshas
5.  Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir

[1] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
[2] QS. Ali Imran : 28-29.
[3] Ibnu Jarir At-Thabari, Tafsir At-Tabari: 3/228.
[4] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aisar At-Tafsir li Al-Kalaami Al-Aliyyi, tarj 2/ 71
[5] QS. Al-Maidah: 51.
[6] QS. Al-Mumtahanah :01
[7] QS. An Nisa’: 144.
[8] QS. At Taubah: 9.
[9] QS. Ali Imran: 118.
[10] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, tarj 2/33
[11] QS. An-Nahl :106
[12] Al-Jasshas, Ahkamul Qur’an: 2/11
[13] Qs. At-Taubah: 28
[14] QS. An-Nisa’ : 141.
[15] M. Ali As-Shabuuni, Tafsir Ayatul Ahkam:  1/397-404 ..
Jika Antum Penasaran Tolong chrose chek kitab diatas tersebut..Terima kasih.

Sabtu, 08 November 2014

Kisah " ASHABUL KAHFI "

KISAH 7 PEMUDA TIDUR DALAM GUA SELAMA 309 TAHUN


Kahf Ahlil Kahf terletak kira-kira 7km dari pusat Kota Amman, Jordan. Kawasan ini suatu ketika dulu dikenali dengan Ar-Raqim karena terdapat kesan tapak arkeologi yang bernama Khirbet Ar-Raqim di kawasan tersebut. Perkataan Ar-Raqim juga disebut di dalam Al-Quran dan Ahli Tafsir menafsirkan Ar-Raqim sebagai nama anjing dan ada yang menyatakan ia sebagai batu bersurat. Kahf Ahlil Kahf merupakan lokasi sejarah yang membuktikan kebenaran kisah di dalam Al-Quran yaitu di dalam Surah Kahfi mulai ayat 9 hingga 26. Ayat di dalam Surah tersebut menceritakan bagaimana 7 orang pemuda yang beriman kepada Allah melarikan diri ke sebuah gua dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun Qamariah (300 tahun Shamsiah) sehingga mereka tidak dapat dibangunkan oleh suara apa sekalipun.
Firman Allah; “Adakah engkau menyangka (wahai Muhammad), bahwa kisah ‘ashabul kahfi’ (penghuni gua) dan ‘ar-raqiim’ (anjing mereka) termasuk antara tanda-tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan? (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (al-Kahfi: 9)

Ashabul kahfi (penghuni-penghuni gua) yang dimaksudkan dalam ayat di atas, menurut para ulama’- terdiri dari tujuh orang pemuda Yaitu;

Maksalmina
Tamlikha
Martunus
Bainunus atau Nainunus
Sarbunus
Dzunuanus
Kasyfitatanunus

Bersama mereka seekor anjing bernama Qitmir mengekori mereka. Pemuda-pemuda ini beriman kepada Allah di tengah kekufuran kaum dan bangsa mereka. Identitas mereka sebagai pemuda yang beriman diakui oleh Allah dengan firmanNya;

Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”. (al-Kahfi: 13)

Menurut ahli sejarah, kisah ini berlaku pada zaman sebelum kedatangan Islam di satu negeri bernama Afsus yang terletak di Turki (ada pendapat menyatakan di Jordan, dan ada juga mengatakan di Syria). Asalnya penduduk negeri itu beriman kepada Allah dan beribadat meng-EsakanNya. 

Namun keadaan berubah selepas kedatangan seorang raja bernama Diqyanus. Raja ini menganut fahaman kufur/berhala dan dia memaksa rakyat di bawah pemerintahannya supaya murtad dari agama Allah yang dibawa Nabi Isa a.s. dan bertukar kepada agama kufur/berhala yang dianutinya. Rakyat yang takut dengan ancaman dan siksaan raja itu terpaksa akur dengan arahan yang zalim itu.

Namun tujuh pemuda beriman tadi tidak mahu tunduk dengan tekanan raja kafir itu. Mereka tetap teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyadari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian. Akhirnya mereka dipanggil menghadap raja itu. 

Di hadapan raja yang dzalim itu, mereka dengan penuh berani dan bersemangat berhujjah mempertahankan iman dan prinsip aqidah Ilahi yang mereka yakini. Allah berfirman menceritakan peristiwa mereka berhujjah;

“Dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri (di hadapan raja) lalu mereka berkata (membentangkan hujjah kepada raja): ”Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”. (al-Kahfi: 14-15)

Walaupun tidak mampu menjawab hujjah-hujjah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman ini, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad dari agama mereka. Ia memberikan tempoh beberapa hari kepada mereka. Jika selepas tempoh itu pemuda-pemuda ini tetap berkeras, maka mereka akan dimurtadkan secara paksa atau akan dibunuh. Karena sayangkan aqidah dan agama mereka, pemuda-pemuda ini bermusyawarah sesama mereka untuk mencari keputusan yang mufakat. Apakah tindakan yang sepatutnya diambil untuk mempertahankan diri dan juga agama mereka? Akhirnya mereka memutuskan untuk lari bersembunyi dan berlindung di dalam gua di kawasan pedalaman/kampung.

Firman Allah; “Dan oleh karena kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmat-Nya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk membantu urusan kamu dengan memberi bantuan yang berguna”. (al-Kahfi: 16)

Mereka lari ke pedalaman di kawasan pegunungan bernama Nikhayus. Di situ terdapat sebuah gua dan di situlah mereka bersembunyi dan berlindung. Kebetulan semasa perjalanan mereka ke situ mereka telah diekori oleh seekor anjing bernama ar-raqiim. Maka anjing itu turut bersama-sama dengan mereka berlindung dan menetap di gua itu. Di dalam gua itu mereka diberi ketenangan dan ketenteraman oleh Allah.Allah telah menidurkan mereka dengan nyenyak dalam gua tersebut. 

Firman Allah menceritakan tentang mereka di dalam gua;
Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyaknya di dalam gua itu bertahun-tahun lamanya”. (al-Kahfi: 11).

Allah ingin memperlihatkan bukti-bukti kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya melalui peristiwa ini. Maka Allah telah mentakdirkan pemuda-pemuda ini tidur dalam jangka masa yang amat lama yaitu selama 300 tahun (mengikut perkiraan tahun Masehi) atau 309 tahun (mengikut tahun Hijrah).

Dan mereka telah tinggal tidur dalam gua mereka selama tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli Kitab), dan hendaklah kamu tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu) (yakni menjadi 309 tahun)”. (al-Kahfi: 25)

Walaupun mereka tidur amat lama dan tanpa makan dan minum, tetapi dengan kuasa Allah, badan dan jasad mereka tidak hancur dan musnah. Bahkan Allah menyatakan bahwa; jika kita lihat keadaan mereka di dalam gua itu niscaya kita tidak akan percaya bahwa mereka sedang tidur.

Dan engkau sangka mereka sadar padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah), sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”. (al-Kahfi: 18)

Setelah sampai tempoh yang ditetapkan Allah (Yakni 300 tahun atau 309 tahun), mereka dibangunkan. Ketika mereka bangun mereka sendiri tidak menyadari bahwa mereka tidur dalam jangka Waktu yang amat lama. Mereka menyangka mereka hanya tidur dalam masa sehari atau separuh hari saja.“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari….”. (al-Kahfi: 19)

Sebaik bangun dari tidur mereka, mereka terasa lapar. Maka sebagian dari mereka mencadangkan agar dihantar seorang wakil untuk ke Kota/Pasar bagi mencari sesuatu untuk beli makanan. Akhirnya mereka memilih Tamlikha untuk ke kota Afsus. Kebetulan sewaktu mereka melarikan diri dulu mereka membawa bersama bekalan uang perak.
Firman Allah menceritakan cadangan sebagian dari mereka itu;

Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak kamu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang paling baik (yakni yang bersih dan halal), maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kamu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kamu kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”. (al-Kahfi: 19-20)

Lihatlah betapa bersihnya hati dan akhlak mereka. Walaupun dalam keadaan yang gawat dan susah serta kelaparan, tetapi mereka masih berpesan kepada sahabat mereka yang ditugaskan ke kota mencari makanan itu supaya mencari dan memilih makanan yang bersih dan halal. Ini menandakan bahwa mereka adalah pemuda-pemuda yang bertakwa kepada Allah. Di dalam al-Quran, Allah memerintahkan kita supaya bertakwa kepadaNya sekuat tenaga yang kita mampu, dalam keadaan apa sekalipun, sama ada senang atau susah.

Allah SWT Berfirman; “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu”. (at-Taghabun: 16)
Walaupun Allah menceritakan dalam ayat tadi bahwa pemuda-pemuda amat berhati-hati dan berjaga-jaga agar jangan diketahui orang lain–karena mereka menyangka raja yang memerintah negeri masih raja yang dulu dan kafir kepada Allah, namun Allah telah mentakdirkan supaya berita tentang mereka diketahui oleh hamba-hambaNya yang lain bagi menunjukan kekuasaan dan kehebatanNya. Kebetulan semasa pemuda-pemuda ashabul kahfi ini dibangkitkan Allah setelah tidur 300 tahun lamanya, suasana dalam negri telah banyak berubah. Raja dan pemerintah negeri merupakan orang yang beriman kepada Allah. Begitu juga dengan kebanyakan rakyatnya.Namun masih terdapat segelintir rakyat dalam negeri itu yang masih ragu-ragu tentang kebenaran kiamat; mereka masih ragu-ragu; bagaimana Allah boleh menghidupkan orang yang telah mati? Apatah lagi yang telah beribu bahkan berjuta tahun lamanya dimakan tanah. Maka sudah tepat waktunya Allah membangkitkan ashabul kahfi pada zaman tersebut dan menunjukkan kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya yang masih ragu-ragu lagi.

Dan demikianlah Kami tunjukkan hal mereka kepada orang ramai supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah menghidupkan orang mati adalah benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya”. (al-Kahfi: 21)

Allah mendedahkan perihal pemuda-pemuda ashabul kahfi itu semasa wakil mereka itu datang ke kota hendak membeli makanan. Ia merasa heran melihat keadaan kota dan penduduknya berubah sama sekali. Penduduk kota pula merasa heran melihat keadaan wakil itu dari segi pakaian serta penampilanya dan mereka semakin syak apabila mereka melihat uang perak yang dibawanya ialah uang zaman dahulu yang sudah tidak laku lagi. Ia dituduh menjumpai harta karun lalu dia ditangkap dan dibawa menghadap raja yang beriman dan mengambil berat hal agama. Setelah mendengar kisahnya, raja dan orang-orangnya berangkat ke gua ashabul kahfi bersama wakil itu, lalu berjumpa dengan pemuda-pemuda itu semuanya dan mendengar kisah mereka. 

Sejurus kemudian pemuda-pemuda itu pun dimatikan Allah sesudah memberi ucapan selamat tinggal kepada raja yang beriman itu dan orang-orangnya. Raja mencadangkan supaya sebuah masjid didirikan di sisi gua itu. Sementara itu ada yang mencadangkan supaya mendirikan sebuah bangunan atau tugu sebagai kenangan. 

Hal ini diceritakan Allah dengan firmanNya;
Setelah itu maka (sebagian dari mereka) berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Allah jualah yang mengetahui akan hal sejarah mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni pihak raja) pula berkata: “Sesungguhnya kami hendak membina sebuah masjid di sisi gua mereka”. (al-Kahfi: 21)..

Nilai positif yang perlu kita ambil ikhtibar Adalah Biarpun kita masih MUDA jangan melalaikan perintah Alloh SWA..Aamiin