Pages

Minggu, 22 Desember 2013

Kasih Sayang Ibu tiada Batas

                                                                               


Di suatu desa tinggal seorang ibu yang usianya sudah tua dan hidup berdua dengan anak yang juga hanya satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit keras karena wabah. Sang Ibu seringkali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya itu.  

Rasa sedihnya disebabkan karena anaknya mempunyai tabiat yang buruk, yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam, dan banyak lagi kebiasaan buruk lainnya, yang membuat sang ibu tadi seringkali menangis meratapi nasibnya. Namun ibu tua itu selalu berdoa, "Ya Allah, tolong Engkau sadarkan anakku yang sangat kusayangi, agar dia tak berbuat lebih banyak lagi dosa-dosa. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan anakku bertobat, sebelum aku mati Ya Allah".

Sayangnya makin lama anaknya semakin larut dengan perbuatan buruknya. Sangat sering dia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.

Pada suatu hari dia kembali mencuri di sebuah rumah penduduk suatu desa. Tapi malang nasibnya dia tertangkap oleh penduduk yang kebetulan sedang lewat. Kemudian dia dibawa ke hadapan Raja untuk diadili sesuai dengan kebiasaan hukum di Kerajaan tersebut. Setelah ditimbang berdasarkan sudah terlalu seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun si anak tersebut dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman hukuman itu disebarkan ke seluruh desa. Hukuman pancung akan dilakukan keesokan harinya didepan penduduk desa dan kerajaan tepat saat suara bedug Dhuhur.

Berita hukuman pancung itu sampai juga ke telinga sang Ibu. Dia menangis ,meratapi Anak yang sangat dikasihinya itu. Sembari berlutut dia berdoa kepada Tuhan. "Ya Allah , Ampunilah Anak Hamba. Biarlah HambaMu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan kesalahannya. Dengan tertatih-tatih dia mendatangi Raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan, tapi keputusan sudah bulat, si Anak tetap harus menjalani hukuman pancung. Dengan hati hancur si Ibu kembali ke rumah . Tidak berhenti dia berdoa supaya anaknya diampuni. Karena kelelahan dia tertidur dan bermimpi bertemu dengan Tuhan.

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan untuk menjadi tempat eksekusi, rakyat berbondong-bondong untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut. Sang Algojo sudah siap dengan Pancungnya, dan si Anak tadi sudah pasrah menantikan saat ajal menjemputnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali perbuatannya.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan, suara bedug tanda masuk waktu dhuhur tidak juga bebunyi. Suasana mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya. Akhirnya didatangi salah satu ta’mir masjid yang bertugas menabuh bedug. Dia Juga mengaku heran, karena sudah dari tadi dia menabuh bedug tapi suaranya sangat kecil.

Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari dari sela-sela sambungan kulit bedug mengalir darah, darah tersebut datangnya dari dalam bedug. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang mencoba membuka kulit bedug. Tahukah Anda apa yang terjadi? Ternyata di dalam bedug itu ditemui tubuh si Ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia menahan kulit bedug dari dalam yang mengakibatkan bedug tidak berbunyi nyaring yang bisa sampai terdengar dari sekitar tempat eksekusi hukuman pancung, sebagai gantinya kepalanya yang hancur.

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si Anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah dikeluarkan. Dia sangat menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya. Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah masuk kedalam bedug masjid, untuk menghindari hukuman pancung anaknya.

Demikianlah, sangat jelas kasih seorang ibu untuk anaknya, betapapun jahatnya si Anak. Marilah kita mengasihi orang tua kita masing-masing, selagi kita masih mampu karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di Dunia ini. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar