7 Alasan Menolak Jokowi Menjadi DKI 1
Detikmaya-Hiruk Pikuk Pilkada DKI Tahun 2012, menjadi magnet tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terlepas siapa yang terbaik dan akan muncul sebagai pemenang, hal itu urusan kemudian. Pada kesempatan ini, terdapat sedikit hal yang tersebit dalam benak saya. MENGAPA SAYA HARUS MENOLAK JOKOWI MENJADI DKI - 1 ?
1. Gaji selama 2 periode tidak pernah diambil.Cari sensasi mungkin. Tetapi dalam benak saya, mampukah manusia di dunia ini membuat sensasi selama itu (2 kali periode walikota). Tidak usah jauh-jauh, jika kita seperti beliau, mampukah kita berbuat seperti itu ………… ? Walikota Solo Joko Widodo, misalnya. Ketika ditanya kenapa tidak mengambil gajinya, dengan rendah hati ia tidak mau menjawabnya. “Nggak, nggak, saya tidak mau menjawabnya karena terlalu riskan. Yang penting saya tidak pernah ambil gaji. Kalau tidak percaya, tanya saja kepada sekretaris atau ajudan saya,” tegas dia.
Berapa jumlah gaji, saya tidak tahu. Saya tidak pernah ambil amplop gaji, cuma tanda tangan saja.” Begitu kalimat yang terucap dari Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi), saat ditanya nominal gaji seorang walikota. Jokowi, mengatakan, menjadi Walikota Solo, tidak lebih dari sebuah pengabdian. ”Saya tidak birahi gaji. Kalau bertanya soal kenaikan gaji pejabat, dikaitkan dengan saya, saya tidak tahu, karena memang tidak pernah ambil gaji,” katanya lagi, Jumat (28/1) kepada wartawan.
2. Diberi fasilitas bagus menolak (Pilih mobil warisan walikota 2 periode yang lalu).Ah ……….. mungkin kemana-mana pakai mobilnya sendiri yang lebih bagus mungkin ….. ? Sulit kita membayangkan, semua fasilitas tinggal ambil, tetapi kita menolak untuk itu, mampukah kita seperti itu ? Mobil asal bisa dinaikin, tidak perlu mobil baru,” ujar Jokowi. Selain itu, dia mengaku memang tidak suka gonta-ganti mobil. Seperti halnya mobil pribadinya yang sudah 14 tahun tidak diganti. Walikota yang tengah menjalani masa jabatan dua periode ini ternyata belum pernah sekali pun mengambil gajinya. Bahkan, mobil dinas walikota yang saat ini dipakainya juga merupakan ‘warisan’ pejabat walikota sebelumnya, Slamet Suryanto. Soal mobil dinas, dia juga enggan menggantinya dengan yang baru. Mobil dinas Toyota Camry keluaran tahun 2002 ini merupakan peninggalan mobil dinas walikota Solo sebelumnya, Slamet Suryanto. Saya bukan sok, tapi saya memang orang nggak punyai birahi terhadap mobil baru. Jenis mobil dinasnya keluaran tahun berapa, saya juga tidak tahu. Silakan tanya Pak Suli saja (sopir walikota). Pokoknya saya naik dan selamat saja,” tutur dia.
3. Berkeliling daerah dengan sepeda ONTHEL.Blas ndak keren, yang lainnya aja naik mobil mewah untuk plesir, kenapa Jokowi harus susah-susah keliling perumahan warga. Mestinya khan meniru kesibukan pemimpin yang lain itu, saking sibuknya tidak dapat menjenguk warganya.
4. Tidak mau menggunakan pengawalan yang protokoler ( contohnya pada saat nonton OVJ di Solo, “Ndlosor” sama rakyat kecil ?
Hal ini sama dengan membuka aib pemimpin-pemimpin yang lain. Mereka sama-sama pemimpin, mengapa Jokowi harus merendahkan pemimpin yang lain. Jika yang lain kemana-mana menggunakan pengawalan yang ketat agar ada jarak antara dirinya dengan rakyatnya, agar kelihatan gagah, agar kelihatan disegani, tetapi Jokowi malahan meremehkan dirinya sendiri dengan cara merakyat / bersama rakyat kecil dalam kehidupannya. Inikah pemimpin yang perlu dicontoh, yang tidak umumnya pemimpin yang lain ?
5. Memindahkan PKL di Solo kok malah tumpengan, mestinya pakai satpol PP bawa penthungan + Dalmas).
Benar-benar tidak masuk akal langkah Jokowi dalam hal satu ini. Pemindahan ribuan PKL yang sudah beranak-pinak di daerah Solo (khususnya Pasar Legi dan Triwindu). Bahkan Jokowi “membius” semua PKL, sehingga PKL malah menyediakan tumpeng untuk syukuran atas pemindahan kaki lima tersebut. Sungguh tidak masuk akal, Jokowi pasti melakukan “jampi-jampi” terhadap ribuan orang tersebut. Mestinya pemindahan PKL ini mestinya mengikuti cara-cara pemimpin yang lain, yaitu harusnya melakukan pembongkaran lapak-lapak PKL tersebut secara paksa dengan mengerahkan polisi dan satpol PP. Tetapi mengapa harus tumpengan ? Jokowi diindikasikan tidak punya uang untuk menyewa satpol PP atau polisi yang bertugas. Berbeda dengan daerah lain khan !
6. Grafik kepemimpinannya di periode ke-2 kok semakin naik (Ini ndak masuk akal, mestinya semakin turun seperti yang lain).
Jokowi, lagi-lagi menampar kepala daerah-kepala daerah lain melalui kepemimpinannya. Mestinya Jokowi harus memikirkan temennya yang lain. Umumnya yang lain pada periode ke-2 kepemimpinannya semakin menurun, mengapa Jokowi malah semakin naik pamornya. Jokowi diindikasikan tidak lulus diklat jabatan yang telah dilakukan bersama dengan pejabat yang lain. Karena materi diklat itu berisikan tentang cara menumpuk dan mengeruk materi periode ke-2 pada jabatan. Hal ini ternyata Jokowi tidak dapat mengaplikasikan seperti pemimpin yang lain.
7. Menolak pendirian pasar modern milik propinsi (Beraninya sama atasan, coba sama rakyat kecil berani ndak ……………).
Lagi-lagi Jokowi bertindak kontroversi dengan menolak mall tetapi lebih memilih mendirikan pasar tradisional. Satu lagi “kekurang cerdasan” Jokowi yang tidak seperti kepala daerah lain. Jika daerah lain lebih memilih mall, sehingga akan mendapatkan fee dari owner, Jokowi malah memilih membangun pasar tradisional, dari mana akan mendapat fee ! Mestinya khan juga harus menyingkirkan pedagang-pedagang kecil seperti pemimpin yang lain !
Dari berbagai pertimbangan tersebut, saya jelas menolak mentah-mentah Jokowi menjadi DKI 1, karena harapan saya Jokowi menjasi RI 1 atau 2, Bagaimana menurut saudara ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar